Pada masa penjajahan di Yogyakarta bagian barat, para warok—pejuang lokal yang dikenal sakti—melawan penjajah dan bersembunyi di hutan. Dua ulama, Kyai Jo Tirto dan adiknya Kyai Udan Mongso, bergabung dengan mereka, mengajarkan Islam, dan membantu mendirikan pemukiman yang disebut Kwarakan. Mereka kemudian menjadi pendiri dua makam, sementara anak-anak Kyai Jo Tirto melanjutkan penyebaran Islam di wilayah tersebut.
d70dd4c2-f29a-45d3-b456-453068746c52
Penulis
Pada masa penjajahan, sultan meminta bantuan para warok untuk menjaga perbatasan di beberapa daerah barat Yogyakarta, yaitu Kulon Progo daerah perbatasan yang sekarang dikenal sebagai kota Wates. Diperkirakan beberapa warok tersebut berada di daerah grumbul/alas yang sekarang sebagai Dusun Kwarakan.
Pada masa penjajahan, warok dikenal sebagai orang yang sakti. Pada masa penjajahan, warok termasuk orang yang terusik akan kedatangan penjajah. Maka dari itu para warok sering membuat onar dengan penjajah. Sehingga para warok menjadi buronan para penjajah. Kemudian para warok itu bersembunyi di sebuah hutan di mana para penjajah tidak berani memasukinya. Setiap ada penjajah yang berani memasuki hutan tersebut, mereka banyak yang tidak kembali/mati. Pada suatu ketika, terdapat dua orang ulama yang dikejar oleh penjajah. Kemudian dua orang ulama tersebut juga ikut bersembunyi di hutan yang menjadi tempat para warok bersembunyi. Ulama tersebut dikejar penjajah karena beliau adalah penyebar agama islam. Di hutan tersebut, sang ulama mengajarkan ajaran islam kepada para warok.
Setelah beberapa lama berdiam di hutan, mereka membuka hutan tempat mereka bersembunyi sebagai tempat tinggal. Sang ulama lantas memberi nama bagi tempat tersebut dengan sebutan Kwarakan, diambil dari kata warok sebagai pengingat bahwa sebelum datangnya ulama ke hutan, sudah ada para warok yang datang lebih dahulu.
Nama kedua orang ulama tersebut adalah Kyai Jo Tirto dan adiknya yang bernama Kyai Udan Mongso. Kemudian, kedua ulama tersebut menjadi cikal bakal dua pemakaman yang berada di Dusun Kwarakan yaitu Makam Sambi dengan Kyai Jo Tirto sebagai cikal bakal, dan Makam Kemejing yang cikal bakalnya adalah adik dari Kyai Jo Tirto yaitu Kyai Udan Mongso. Kyai Jo Tirto mempunyai 2 orang anak yaitu Soroito dan Soronoyo yang meneruskan perjuangannya menyebarkan agama Islam. Sedangkan Kyai Udan Mongso tidak mempunyai anak.