Cerita Desa
Simak narasi terbaru dari kurator budaya, warga, dan kolaborator Desa Wisata Sidorejo.
Lihat paket perjalananSimak narasi terbaru dari kurator budaya, warga, dan kolaborator Desa Wisata Sidorejo.
Menampilkan 3 dari 3 cerita komunitas
Setiap bulan Ruwah, pada Jumat Kliwon, warga Padukuhan Ledok percaya seekor macan gaib melewati kampung mereka. Tidak ada yang tahu bentuknya, hanya aumnya yang terdengar. Bu Siti, salah satu warga yang pernah mendengar dan melihat macan itu, percaya bahwa macan tersebut tidak akan mengganggu dan hanya berkunjung, sebagaimana dipercayai para sesepuh. Dari pengalaman-pengalaman ini lahirlah cerita “Macan Lewat” di Padukuhan Ledok.
Pada masa penjajahan di Yogyakarta bagian barat, para warok—pejuang lokal yang dikenal sakti—melawan penjajah dan bersembunyi di hutan. Dua ulama, Kyai Jo Tirto dan adiknya Kyai Udan Mongso, bergabung dengan mereka, mengajarkan Islam, dan membantu mendirikan pemukiman yang disebut Kwarakan. Mereka kemudian menjadi pendiri dua makam, sementara anak-anak Kyai Jo Tirto melanjutkan penyebaran Islam di wilayah tersebut.
Daun jarak gundul, atau daun jarak putih, diyakini oleh masyarakat Dusun Ledok dan Desa Sidorejo dapat menangkal petir, terutama bagi para petani. Kepercayaan ini berasal dari kisah Eyang Selayuda, tokoh sakti yang pernah menangkap petir dan menetapkan daun jarak putih sebagai tanda bagi keturunannya. Hingga kini, sebagian masyarakat masih percaya bahwa dengan memakai daun ini saat hujan, mereka akan terlindungi dari sambaran petir.